Pages

Penelusuran Benang Merah II - BAB 7

KESIMPULAN

KAMI semua telah diperingatkan untuk menghadiri sidang pada hari Kamis, tapi sewaktu Kamis tiba, kami ternyata tidak perlu lagi memberikan kesaksian. Hakim yang Agung telah mengambil alih kasus ini, dan Jefferson Hope telah dipanggil untuk menghadap sidang pengadilan yang seadil-adilnya. Pada malam ia tertangkap, jantungnya pecan, dan pagi harinya ia ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Ia berbaring di lantai sel dengan senyum damai di wajahnya, seakan-akan saat maut menjemputnya, ia mampu melihat kembali kehidupannya dan merasa hidupnya telah berguna, pekerjaannya telah diselesaikan dengan baik.

"Gregson dan Lestrade akan mengamuk karena kematiannya," kata Holmes saat kami membicarakan hal itu pada malam harinya. 

"Di mana mereka menampilkan iklan besarnya?"

"Mereka kan memang nggak berperan dalam penangkapan Jefferson Hope...” ujar ku.

"Apa pun yang kaulakukan di dunia ini tidaklah penting," kata temanku dengan pahit. "Yang penting, kau bisa membuat orang-orang percaya bahwa itu hasil kerjaanmu! Tidak apa," lanjut Holmes dengan lebih ceria, setelah diam sejenak. "Aku sudah merasa beruntung dapat menyelidiki kasus ini dan memecahkannya. Ini kasus terbaik yang pernah kutangani. Meskipun sederhana, ada beberapa hal yang sangat instruktif dalam kasus ini."

"Sederhana!" teriakku.

Penelusuran Benang Merah II - BAB 6

LANJUTAN DARI CATATAN HARIAN DR. JOHN WATSON

PERLAWANAN hebat yang dilakukan tawanan kami ketika hendak ditangkap tampaknya tidak serta-merta membuat sikapnya juga brutal terhadap kami. Setelah menyadari dirinya tidak berdaya, pria itu malah tersenyum sopan dan mengatakan semoga tak ada yang terluka di antara kami.

"Kurasa kau akan membawaku ke kantor polisi," katanya kepada Sherlock Holmes. "Keretaku ada di bawah. Kalau kau melepaskan ikatan kakiku, aku bisa berjalan sendiri. Tubuhku tidak seringan dahulu."

Gregson 'dan Lestrade bertukar pandang, seakan-akan mereka menganggap permintaan ini sangat lancang, tapi Holmes seketika itu mempercayai kata-kata tawanan tersebut dan melepaskan handuk yang mengikat pergola-ngan kakinya. Pria itu lalu bangkit dan meregangkan kaki, sepertinya ia ingin memastikan bahwa ikatan di kakinya telah lepas. Aku memperhatikannya dan berpikir, jarang sekali aku melihat pria sekekar ini. Wajahnya yang cokelat akibat terbakar matahari memancarkan ekspresi kebulatan tekad serta semangat yang sama tangguhnya dengan kekuatan fisiknya.

Penelusuran Benang Merah II - BAB 5

MALAIKAT PEMBALAS

SEPANJANG malam mereka berjalan melewati ngarai-ngarai yang berliku dan jalan-jalan setapak yang dipenuhi bebatuan. Lebih dari sekali mereka tersesat, tapi pengetahuan Hope yang mendalam tentang pegunungan memungkinkan mereka untuk menemukan jalur yang benar. Sewaktu fajar merekah, pemandangan yang indah sekaligus buas, membentang di depan mereka. Ke mana pun mereka menatap, tampak puncak-puncak yang tertutup salju, Saling mengintip dari bahu ke bahu lainnya, hingga ke kaki langit. Begitu curam lereng-lerengnya sehingga semak-semak dan pinus seperti menjuntai pada pucuknya, dan hanya perlu diembus angin untuk roboh menimpa mereka. Kekhawatiran tersebut bukan sepenuhnya ilusi, karena lembah gersang itu dipenuhi pepohonan dan bongkahan-bongkahan batu yang telah jatuh karena angin. Bahkan saat mereka melintas, sebongkah batu tiba-tiba bergulir menggemuruh ke sungai kering dan mengejutkan kuda-kuda mereka yang kelelahan.

Matahari perlahan-lahan menanjak di kaki langit timur, puncak-puncak pegunungan itu "menyala" satu demi satu hingga semuanya tampak kemilau. Pemandangan yang mengagumkan itu menambah semangat ketiga pelarian dan menimbulkan tenaga baru. Di sebuah sungai yang mengalir deras mereka berhenti dan memberi kuda-kuda mereka kesempatan minum, sementara mereka sendiri menyantap sarapan dengan tergesa-gesa. Lucy dan ayahnya ingin beristirahat lebih lama, tapi Hope bersikap tegas.

Penelusuran Benang Merah II - BAB 4

PELARIAN DEMI KEHIDUPAN

SEHARI setelah percakapannya dengan Nabi, John Ferrier pergi ke Salt Lake City menemui temannya yang hendak menuju Pegunungan Nevada. Ia menitipkan pesan untuk Jefferson Hope, bahwa pemuda itu harus segera kembali karena mereka menghadapi masalah besar. Setelah melakukan hal itu Ferrier merasa bebannya berkurang, dan ia pulang dengan hari lebih gembira.

Saat mendekati tanah pertaniannya, ia terkejut melihat kuda-kuda yang diikat ke kedua tiang gerbangnya. Lebih terkejut lagi sewaktu memasuki rumahnya dan melihat dua orang pemuda berada di ruang duduknya. Pemuda yang berwajah panjang dan pucat duduk santai di kursi goyang dengan kaki diangkat ke atas tungku. Temannya, pemuda berleher tebal dan berwajah tembam, berdiri di depan jendela dengan tangan di saku sambil menyiulkan himne yang populer. Keduanya mengangguk kepada Ferrier saat ia masuk, dan pemuda di kursi goyang pun memulai berbicara.

"Mungkin kau tidak mengenal kami," ujarnya. "Ini putra Tetua Drebber, dan aku Joseph Stangerson yang menjelajahi padang pasir bersamamu sewaktu Tuhan mengulurkan tanganNya dan mengumpulkanmu bersama domba-domba Nya yang Sejati."

Penelusuran Benang Merah II - BAB 3

JOHN FERRIER BERBICARA DENGAN NABI

TIGA minggu berlalu sejak Jefferson Hope dan teman-temannya pergi dari Salt Lake City. John Ferrier merasa cemas menantikan kepulangan pemuda itu dan memikirkan ia akan kehilangan putri angkatnya. Sekalipun begitu, wajah putrinya yang cerah dan bahagia membuat Ferrier yakin bahwa keputusannya tidak keliru. Selama ini ia memang telah membulatkan tekad untuk tidak mengizinkan putrinya menikah dengan seorang Mormon. Menurutnya pernikahan seperti itu sama sekali bukan pernikahan, melainkan hubungan yang hina dan memalukan. Meskipun doktrin-doktrin Mormon yang lain dapat diterimanya, untuk satu hal ini ia benar-benar tak bisa bertoleransi. Tapi tentu saja ia cukup bijak untuk menutup mulutnya rapat-rapat, karena menyampaikan pendapat yang bertentangan dengan kepercayaan mereka merupakan tindakan yang berbahaya pada hari-hari itu di Tanah Orang Suci.

Ya, tindakan yang berbahaya—begitu berbahaya sehingga mereka yang paling saleh pun hanya berani membisikkan pendapat-pendapat mereka. Semua orang merasa cemas, kalau-kalau ada ucapan mereka yang disalahtafsirkan, dan menimbulkan pembalasan seketika terhadap mereka. Umat korban penganiayaan yang telah mengembara sekian lama, sebelum sampai ke Tanah Orang Suci ini, sekarang telah berubah menjadi penganiaya—penganiaya yang luar biasa kejam. Inquisition Seville, Vehmgericht Jerman, ataupun Mafia Italia tak mampu menandingi kekejaman organisasi rahasia yang saat itu beroperasi di Utah.